Kamis, 03 September 2015

Terakhir Untukmu

2 September 2015, 18:56
Seperti biasa pada malam ini aku mengetik coretan dengan suasana yang mungkin sedang kalut atau bimbang. Selain itu, malam ini Bandung terasa dingin. Entah cuma perasaanku saja. Aku tak pernah tahu dan aku belum berpikir coretan ini akan aku beri judul apa. Biarlah coretan ini tertulis dengan semestinya, mungkin diakhir coretan ini aku akan menemukan judul yang tepat. Tapi tak perlu khawatir, karena ketika kalian membaca coretan ini, kalian akan menemukan judulnya terpampang diatasnya.
Mungkin kalian akan bertanya-tanya, kenapa aku kembali membuat suatu coretan. Dan tentu saja kalian akan berpikir aku sedang berada dalam keadaan bimbang. Memang kenyataannya seperti itu. Untuk saat ini aku tidak ingin munafik yang selalu menyembunyikan segala sesuatunya di dalam suatu topeng. Aku ingin berterus terang saja bahwa memang aku tidak tahu perasaanku sedang berada dimana.
Orang yang ingin aku ceritakan masih sama seperti coretanku yang sebelumnya. Tapi sampai saat ini aku tidak akan memberitahukan siapa dia, bahkan inisial atau nama samarannya pun belum siap aku beritahukan pada kalian. Karena menurutku dengan menyebutkan inisialnya saja kalian akan sangat mudah menebaknya. Yang jelas dia adalah orang yang pernah menjadi bagianku yang waktunya mungkin cukup singkat bagiku, karena ketika semua itu berakhir aku merasa menyesalinya sampai saat ini.
Aku ingin meyakinkan bahwa coretan ini merupakan coretan terakhirku untuk membahas orang itu. Untuk dicoretan selanjutnya aku akan berusaha agar tidak menceritakan orang itu lagi. Karena ini berkaitan dengan keinginanku untuk melupakannya dan tidak pernah lagi menghadirkan dia dalam pikiranku yang sedang membuat suatu cerita sebelum tidur. Dimana hal tersebut senantiasa membuatku tersenyum ketika aku memikirkannya. Tapi jika sampai sekarang aku masih mempertahankan ingatanku tentangnya hanya akan membuatku semakin terpuruk dan tidak pernah mau keluar dari zona aman dengan segala harapan bodoh.
Entah apa yang sedang merasuki pikiranku hingga aku sangat ingin melupakannya secara total. Aku yang tadinya merasa belum siap untuk menghapus seluruh kontak dia di media sosial karena aku masih merasa ada harapan untuk memperbaiki semuanya, lagi pula itu bukan hal yang baik yang dapat memutuskan tali silaturahim. Tapi saat itu aku merasa harapanku itu tidak akan pernah tercapai bahkan tak pantas untuk aku harapkan. Jadi aku memilih untuk berhenti dan menyerah, membiarkan semuanya lenyap. Aku ingin semua tentangmu lenyap. Aku ingin seperti itu. Bisakah?
Aku tidak ingin menyesali apa yang telah aku lakukan demi melenyapkannya. Aku hanya ingin merasa bahwa aku melakukan hal yang tepat untuk melenyapkannya. Aku pasrah. Aku tidak ingin berharap lagi. Aku pesimis, sangat pesimis. Aku semakin merasa yakin bahwa aku telah dilenyapkannya terlebih dahulu. Entah apa yang ada dipikirannya. Yang aku tahu hatinya telah hilang untukku sejak beberapa waktu yang lalu.
Jika memang hal yang aku lakukan adalah tepat, maka aku akan merasa baik-baik saja. Tapi kenyataannya sampai saat ini aku tidak pernah merasa seperti itu. Aku tak pernah mengerti dengan pikiran dan perasaanku sendiri yang tidak pernah sejalan. Rasanya diusiaku yang sudah bukan remaja lagi tidak pantas untuk berada dalam posisi bimbang yang tak tahu jalan mana yang baik. Siapa pun kalian bisakah membantuku agar mulai terbiasa dengan kenyataan yang benar-benar ada di depanku saat ini?
Aku terus berusaha untuk meyakinkan diriku bahwa yang aku lakukan ini memang benar dan merupakan kebaikan untuk kelanjutan kisah hidupku selanjutnya. Aku ini hanya manusia biasa yang tentunya memiliki hati dan perasaan. Terkadang aku merasa kuat dan kadang pula aku merasa lemah. Mungkin saat ini aku sedang berada pada titik lemahku karena berusaha untuk melenyapkan sesuatu yang sangat ingin dan bahkan memang seharusnya aku lenyapkan sejak dulu.
Aku akan mulai mengatakan bahwa ini adalah hari baruku, awal aku melangkah ke depan lebih jauh lagi. Masa lalu tetaplah disana, tidak perlu mengikuti langkahku lagi. Terlepas dari itu, aku sangat bahagia pernah menjadi bagian dari hati dan perasaanmu. Maafkan aku jika yang aku lakukan menurutmu terlihat konyol, tapi jika tidak begitu aku hanya akan terus berharap bodoh padamu. Terima kasih karena kau pernah menyediakan tempat di ruang hampamu untukku yang mungkin ruang hampa itu akan kembali terisi dengan seseorang yang baru dan bisa membuatmu lebih bahagia. Bahagialah dirimu. Aku pun akan demikian. Aku akan bahagia meski kenyataannya tidak seperti itu. Maafkan aku. Maaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar