Kamis, 03 September 2015

Sang Perusak Pikiran

21 Agustus 2015, 19:47 WIB

Hari sudah masuk pada jam malam, aku berada di kota kelahiranku, ya Bandung. Malam-malam seperti ini apa yang sedang aku pikirkan? Entahlah, tadinya aku ingin bungkam saja. Tetapi hal itu selalu merusak pikiranku kapan pun dan dimana pun. Tak tau apa penyebabnya, hanya saja itu selalu mengganggu kinerja otak kiri tapi meningkatkan kinerja otak kanan. Contohnya coretan ini.
Terkadang aku benci pada diriku sendiri yang selalu ingin tahu urusan orang lain yang sejatinya tidak ada kaitannya dengan kehidupanku. Aku heran, kenapa untuk yang satu ini selalu membuatku khawatir, cemas, dan ah begitulah! Siapa itu? Siapa dia? Apa aku mengenalnya? Atau dia mengenalku? Secara teknis dia adalah bagian dari bagian diriku. Kurang lebih seperti itu.
Entah apa yang ada dalam pikiranku, seolah-olah bagian itu bisa mengancamku. Aku merasa terancam secara batiniah, bukan lahiriah. Ketika aku memikirkan sesuatu, bagian itu datang. Ah, maunya apa? Seandainya aku berada di suatu waktu ketika aku mulai merasa terancam olehnya, aku tidak akan mencoba untuk mencari tahu siapa dia. Mungkin sampai sekarang aku akan baik-baik saja.
Hei, bolehkah aku menyebutmu sebagai “Sang Perusak Pikiran”? Karena memang kenyataannya seperti itu. Kau selalu hadir ketika aku sudah merasa baik, setelah itu aku kembali merasa buruk. Jika aku berpikir egois, sebenarnya apa kelebihanmu dibanding aku? Apakah kamu lebih pintar, lebih rupawan, atau lebih selebih-lebihnya dari apapun? Ah, kenapa aku ditakdirkan untuk mengetahui siapa dirimu.
Ya, kau pernah menjadi bagian dari bagian diriku. Itulah penyebab utamanya. Mungkin ini konyol, karena aku tahu kau sudah tidak pernah peduli dengan bagian itu. Tapi kenyataannya ketika kau menjadi bagian dari bagian diriku tidak dapat dihilangkan dari pikiranku. Mungkin belum untuk sekarang. Itu juga yang membuatku bersikap beda pada bagian diriku dahulu sehingga terjadi suatu perpecahan yang sebenarnya memang sudah digariskan oleh Tuhan. Alasan Tuhan melakukan itu aku pun tak pernah tahu sampai detik ini.
Lucu memang ketika aku sudah kehilangan bagian itu tetapi aku masih merasa terancam olehmu. Karena ketika bagian itu hilang, otomatis kau juga seharusnya menghilang dari pikiranku. Tapi kenyataannya aku belum sanggup. Kita pernah berada diposisi yang sama pada bagian yang sama. Dan sekarang pun kita berada di posisi yang sama pada bagian yang sama. Itu pernah menjadi bagianmu. Itu juga pernah menjadi bagianku.
Hei sang perusak pikiran! Kapan kau berhenti mengancamku? Dan kapan aku berhenti merasa terancam olehmu? Hal ini sungguh-sungguh merusak! Aku lelah, aku lelah, dan aku lelah! Untuk album foto yang telah usang, itu aku biarkan hilang dengan sendirinya. Tapi untuk kau sang perusak pikiran, aku sangat ingin menghilangkanmu sekarang juga.

Tapi disisi lain, aku pun ingin mengucapkan terima kasih kepadamu. Berkat dirimu, aku menjadi tahu dan inilah pengalaman hidupku yang mungkin bisa aku jadikan pembelajaran dan menceritakannya kepada orang lain yang pernah mengalami hal yang sama. Segeralah pergi, aku melarangmu untuk hadir kembali di bagianku yang saat ini sudah hilang. Hiduplah bersama bagian lain dengan tenang, tidak perlu melihat kebelakang yang sudah tak kau pedulikan lagi. Ku harap kau menyadari dan melakukan apa yang aku inginkan. Sekarang giliranku yang mengenang bagian yang sudah hilang itu dan menyimpannya sebagai album foto yang telah usang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar