Selasa,
18 Agustus 2015, 14:30 WIB
Masih
pada hari yang sama, cuaca yang masih tetap panas dan cerah. Seketika aku
memandang ke luar, aku selalu merasa ada hal yang hilang dan aku rindukan.
Entah itu benda atau orang. Tapi sepertinya aku merindukan seseorang. Seseorang
yang mungkin sudah hilang hatinya untukku. Apakah aku masih berhak merasakan
hal ini? Aku rasa masih dan itu wajar, ya dan aku pun tidak ingin munafik.
Entahlah aku tidak ingin memikirkan apakah ia merasakan hal yang sama atau
tidak. Dalam hal ini aku ingin menjadi orang yang egois yang hanya memikirkan
perasaanku saja, karena ini ceritaku bukan ceritanya, ini yang aku rasakan
bukan yang ia rasakan, bagaimana alur ceritanya itu terserah pada diriku yang
bercerita. Hei kau! Iya kau yang sedang aku bicarakan! Jika ingin menyanggah
buatlah ceritamu sendiri.
Sesungguhnya
di sisi lain aku benci merasakan hal ini, aku berpikir apa manfaatnya untukku
selain melatih kekuatan ingatanku? Apa ini akan mengembalikan semuanya yang
telah hilang? Walaupun bisa, pasti tidak akan sama seperti sebelumnya. Aku
merasa menyerah tapi aku tidak merasa menjadi orang bodoh. Jika aku merasa
demikian, mungkin aku tidak dapat membuat coretan ini. Aku lelah terus menerus
memikirkannya, memikirkan ia dan segala kenangannya. Bahkan ketika tulisan ini
dibuat aku masih memikirkannya. Untuk kau yang sedang aku bicarakan, bisakah
kau hilang? Maksudku, hilang menjadi salah seorang yang selalu aku rindukan.
Tuhan menciptakanmu dan meciptakanku untuk dapat bersama meskipun hanya sekejap
mata. Entah apa yang Tuhan rencanakan, yang aku tahu adalah untuk membuatku
belajar mengenal orang sepertimu dan mengenangmu ketika kehilangan.
Jika
diibaratkan, kau itu adalah album foto yang telah usang. Kau telah lama menjadi
bagian hidupku dan aku masih mengenangnya, meskipun sejatinya kau hadir hanya
sekejap mata tapi aku berhasil menangkap segala hal ketika bersamamu sampai kau
menjadi hal yang membuatku bosan dan ingin membersihkannya. Akan tetapi, aku
tidak bisa membersihkannya, aku ingin mempertahankan ke-usangan tersebut dalam
pikiranku sampai benar-benar usang. Dan jika di tahun 2099 warna dari setiap
foto yang ada dalam album tersebut sulit untuk dibedakan karena sudah terlalu
pudar bahkan lapuk. Begitupun dengan perasaanku padamu, biarlah itu menjadi
pudar dengan sendirinya. Aku tidak ingin memaksakan bahwa aku harus melupakanmu
dengan cepat. Itu tidak akan membuat semuanya baik-baik saja, tapi hanya akan
membuatku membencimu. Dan kau tahu kebencian bukanlah hal yang disukai oleh
Tuhan. Ingatlah pada awal paragraf cerita ini, aku ingin bersikap egois, aku
tidak ingin memikirkan perasaanmu, biarlah hal ini berjalan dengan sendirinya
tanpa perlu aku kendalikan.
Hei
kau album foto yang telah usang! Bolehkah aku tahu kabarmu? Apa kau juga ingin
tahu kabarku? Ketika aku merindukanmu, kau ingin tahu apa yang aku lakukan?
Coretan ini adalah salah satu saksi ketika aku merindukanmu. Di sisi lain aku
penasaran apakah yang kau rasakan, tapi biarlah itu menjadi rahasia hatimu
bersama Tuhan. Aku tidak ingin ikut campur.
Hei
kau album foto yang telah usang! Bisakah aku minta tolong sekali ini saja?
Tolong do’akan aku bahagia dalam menjalani hidup, bahkan ketika aku
merindukanmu kemudian memikirkanmu aku ingin merasa bahagia. Kau ingin tahu,
aku sangat bahagia ketika mengenalmu bahkan sampai saat ini ketika kau tidak
bersamaku, aku masih merasakan kebahagiaan itu. Mungkin ini terlihat konyol dan
terlalu berlebihan, tapi biarlah ini ceritaku bukan ceritamu, aku ingin egois.
Aku
teringat dengan kata-kata Pidi Baiq, katanya: “mantan adalah orang yang harus
kau cintai, biar waktu dulu kau pernah bilang cinta itu gak bohong”. Dan memang
benar aku mencintaimu itu tidak bohong. Sampai saat ini perasaanku padamu tetap
sama. Sama seperti Milea yang sampai saat ini masih mencintai Dilan meskipun ia
telah berkeluarga. Entah hukumnya seperti apa, itu haknya. Aku pun demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar