2
September 2015, 18:56
Seperti
biasa pada malam ini aku mengetik coretan dengan suasana yang mungkin sedang
kalut atau bimbang. Selain itu, malam ini Bandung terasa dingin. Entah cuma
perasaanku saja. Aku tak pernah tahu dan aku belum berpikir coretan ini akan
aku beri judul apa. Biarlah coretan ini tertulis dengan semestinya, mungkin
diakhir coretan ini aku akan menemukan judul yang tepat. Tapi tak perlu
khawatir, karena ketika kalian membaca coretan ini, kalian akan menemukan
judulnya terpampang diatasnya.
Mungkin
kalian akan bertanya-tanya, kenapa aku kembali membuat suatu coretan. Dan tentu
saja kalian akan berpikir aku sedang berada dalam keadaan bimbang. Memang
kenyataannya seperti itu. Untuk saat ini aku tidak ingin munafik yang selalu
menyembunyikan segala sesuatunya di dalam suatu topeng. Aku ingin berterus
terang saja bahwa memang aku tidak tahu perasaanku sedang berada dimana.
Orang
yang ingin aku ceritakan masih sama seperti coretanku yang sebelumnya. Tapi
sampai saat ini aku tidak akan memberitahukan siapa dia, bahkan inisial atau
nama samarannya pun belum siap aku beritahukan pada kalian. Karena menurutku
dengan menyebutkan inisialnya saja kalian akan sangat mudah menebaknya. Yang
jelas dia adalah orang yang pernah menjadi bagianku yang waktunya mungkin cukup
singkat bagiku, karena ketika semua itu berakhir aku merasa menyesalinya sampai
saat ini.
Aku
ingin meyakinkan bahwa coretan ini merupakan coretan terakhirku untuk membahas
orang itu. Untuk dicoretan selanjutnya aku akan berusaha agar tidak
menceritakan orang itu lagi. Karena ini berkaitan dengan keinginanku untuk
melupakannya dan tidak pernah lagi menghadirkan dia dalam pikiranku yang sedang
membuat suatu cerita sebelum tidur. Dimana hal tersebut senantiasa membuatku
tersenyum ketika aku memikirkannya. Tapi jika sampai sekarang aku masih
mempertahankan ingatanku tentangnya hanya akan membuatku semakin terpuruk dan
tidak pernah mau keluar dari zona aman dengan segala harapan bodoh.
Entah
apa yang sedang merasuki pikiranku hingga aku sangat ingin melupakannya secara
total. Aku yang tadinya merasa belum siap untuk menghapus seluruh kontak dia di
media sosial karena aku masih merasa ada harapan untuk memperbaiki semuanya,
lagi pula itu bukan hal yang baik yang dapat memutuskan tali silaturahim. Tapi
saat itu aku merasa harapanku itu tidak akan pernah tercapai bahkan tak pantas untuk
aku harapkan. Jadi aku memilih untuk berhenti dan menyerah, membiarkan semuanya
lenyap. Aku ingin semua tentangmu lenyap. Aku ingin seperti itu. Bisakah?
Aku
tidak ingin menyesali apa yang telah aku lakukan demi melenyapkannya. Aku hanya
ingin merasa bahwa aku melakukan hal yang tepat untuk melenyapkannya. Aku
pasrah. Aku tidak ingin berharap lagi. Aku pesimis, sangat pesimis. Aku semakin
merasa yakin bahwa aku telah dilenyapkannya terlebih dahulu. Entah apa yang ada
dipikirannya. Yang aku tahu hatinya telah hilang untukku sejak beberapa waktu
yang lalu.
Jika
memang hal yang aku lakukan adalah tepat, maka aku akan merasa baik-baik saja.
Tapi kenyataannya sampai saat ini aku tidak pernah merasa seperti itu. Aku tak
pernah mengerti dengan pikiran dan perasaanku sendiri yang tidak pernah
sejalan. Rasanya diusiaku yang sudah bukan remaja lagi tidak pantas untuk
berada dalam posisi bimbang yang tak tahu jalan mana yang baik. Siapa pun
kalian bisakah membantuku agar mulai terbiasa dengan kenyataan yang benar-benar
ada di depanku saat ini?
Aku
terus berusaha untuk meyakinkan diriku bahwa yang aku lakukan ini memang benar
dan merupakan kebaikan untuk kelanjutan kisah hidupku selanjutnya. Aku ini
hanya manusia biasa yang tentunya memiliki hati dan perasaan. Terkadang aku
merasa kuat dan kadang pula aku merasa lemah. Mungkin saat ini aku sedang
berada pada titik lemahku karena berusaha untuk melenyapkan sesuatu yang sangat
ingin dan bahkan memang seharusnya aku lenyapkan sejak dulu.
Aku akan mulai
mengatakan bahwa ini adalah hari baruku, awal aku melangkah ke depan lebih jauh
lagi. Masa lalu tetaplah disana, tidak perlu mengikuti langkahku lagi. Terlepas
dari itu, aku sangat bahagia pernah menjadi bagian dari hati dan perasaanmu.
Maafkan aku jika yang aku lakukan menurutmu terlihat konyol, tapi jika tidak
begitu aku hanya akan terus berharap bodoh padamu. Terima kasih karena kau
pernah menyediakan tempat di ruang hampamu untukku yang mungkin ruang hampa itu
akan kembali terisi dengan seseorang yang baru dan bisa membuatmu lebih
bahagia. Bahagialah dirimu. Aku pun akan demikian. Aku akan bahagia meski
kenyataannya tidak seperti itu. Maafkan aku. Maaf.