21
Agustus 2015, 19:47 WIB
Hari
sudah masuk pada jam malam, aku berada di kota kelahiranku, ya Bandung.
Malam-malam seperti ini apa yang sedang aku pikirkan? Entahlah, tadinya aku
ingin bungkam saja. Tetapi hal itu selalu merusak pikiranku kapan pun dan dimana
pun. Tak tau apa penyebabnya, hanya saja itu selalu mengganggu kinerja otak
kiri tapi meningkatkan kinerja otak kanan. Contohnya coretan ini.
Terkadang
aku benci pada diriku sendiri yang selalu ingin tahu urusan orang lain yang
sejatinya tidak ada kaitannya dengan kehidupanku. Aku heran, kenapa untuk yang
satu ini selalu membuatku khawatir, cemas, dan ah begitulah! Siapa itu? Siapa
dia? Apa aku mengenalnya? Atau dia mengenalku? Secara teknis dia adalah bagian
dari bagian diriku. Kurang lebih seperti itu.
Entah
apa yang ada dalam pikiranku, seolah-olah bagian itu bisa mengancamku. Aku
merasa terancam secara batiniah, bukan lahiriah. Ketika aku memikirkan sesuatu,
bagian itu datang. Ah, maunya apa? Seandainya aku berada di suatu waktu ketika
aku mulai merasa terancam olehnya, aku tidak akan mencoba untuk mencari tahu
siapa dia. Mungkin sampai sekarang aku akan baik-baik saja.
Hei,
bolehkah aku menyebutmu sebagai “Sang Perusak Pikiran”? Karena memang
kenyataannya seperti itu. Kau selalu hadir ketika aku sudah merasa baik,
setelah itu aku kembali merasa buruk. Jika aku berpikir egois, sebenarnya apa
kelebihanmu dibanding aku? Apakah kamu lebih pintar, lebih rupawan, atau lebih
selebih-lebihnya dari apapun? Ah, kenapa aku ditakdirkan untuk mengetahui siapa
dirimu.
Ya,
kau pernah menjadi bagian dari bagian diriku. Itulah penyebab utamanya. Mungkin
ini konyol, karena aku tahu kau sudah tidak pernah peduli dengan bagian itu.
Tapi kenyataannya ketika kau menjadi bagian dari bagian diriku tidak dapat
dihilangkan dari pikiranku. Mungkin belum untuk sekarang. Itu juga yang
membuatku bersikap beda pada bagian diriku dahulu sehingga terjadi suatu
perpecahan yang sebenarnya memang sudah digariskan oleh Tuhan. Alasan Tuhan
melakukan itu aku pun tak pernah tahu sampai detik ini.
Lucu
memang ketika aku sudah kehilangan bagian itu tetapi aku masih merasa terancam
olehmu. Karena ketika bagian itu hilang, otomatis kau juga seharusnya
menghilang dari pikiranku. Tapi kenyataannya aku belum sanggup. Kita pernah berada
diposisi yang sama pada bagian yang sama. Dan sekarang pun kita berada di
posisi yang sama pada bagian yang sama. Itu pernah menjadi bagianmu. Itu juga
pernah menjadi bagianku.
Hei
sang perusak pikiran! Kapan kau berhenti mengancamku? Dan kapan aku berhenti
merasa terancam olehmu? Hal ini sungguh-sungguh merusak! Aku lelah, aku lelah,
dan aku lelah! Untuk album foto yang telah usang, itu aku biarkan hilang dengan
sendirinya. Tapi untuk kau sang perusak pikiran, aku sangat ingin
menghilangkanmu sekarang juga.
Tapi
disisi lain, aku pun ingin mengucapkan terima kasih kepadamu. Berkat dirimu,
aku menjadi tahu dan inilah pengalaman hidupku yang mungkin bisa aku jadikan
pembelajaran dan menceritakannya kepada orang lain yang pernah mengalami hal
yang sama. Segeralah pergi, aku melarangmu untuk hadir kembali di bagianku yang
saat ini sudah hilang. Hiduplah bersama bagian lain dengan tenang, tidak perlu
melihat kebelakang yang sudah tak kau pedulikan lagi. Ku harap kau menyadari
dan melakukan apa yang aku inginkan. Sekarang giliranku yang mengenang bagian
yang sudah hilang itu dan menyimpannya sebagai album foto yang telah usang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar